Momen Lebih Baik Diam

Pada artikel kali ini akan membahas mengenai beberapa momen dalam hidup lebih baik diam. Dalam pusaran percakapan yang riuh, terkadang ada kalanya membisu menjadi pilihan yang paling bermakna.

Terdapat momen saat kata justru bisa menyinggung atau memperumit situasi. Saat emosi berkecamuk dan pikiran berkabut, diam menyampaikan ruang buat refleksi dan ketenangan.

Momen Lebih Baik Diam

Diam

Diam bukan berarti pasif atau menyerah. Kebalikannya, membisu bisa menjadi indera yang digdaya untuk mengomunikasikan kekuatan, kebijaksanaan, serta rasa hormat.

Saat kata gagal memberikan pesan secara efektif, diam mampu mengisi kekosongan tadi dan berbicara menggunakan volume yg memekakkan telinga.

Pada argumen yang memanas, diam meredakan ketegangan dan memungkinkan orang lain untuk berkata pendapat mereka tanpa interupsi. Diam memberi waktu untuk memproses informasi serta menyampaikan tanggapan bijaksana dan terukur.

Bahwa menghargai sudut pandang orang lain serta bersedia mendengarkan sebelum mengemukakan pendapat sendiri. Diam mampu menjadi bentuk ikut merasakan yang mendalam.

Saat orang lain sedang berduka atau kesakitan, terkadang kata-kata terasa tidak mampu mengutarakan penghiburan. Diam menyampaikan pengertian dan dukungan tanpa memaksakan solusi atau kata yang tak sinkron.

Ini memungkinkan mereka untuk berkata emosi mereka dengan cara mereka sendiri serta merasakan bahwa mereka tidak sendirian. Lingkungan yang bising serta rancu, diam memberikan istirahat yang sangat dibutuhkan.

Ini memberi ruang untuk mengamati, berefleksi, dan menghubungkan diri dengan kedamaian batin. Diam memungkinkan untuk menjernihkan pikiran, memulihkan tenaga, dan kembali ke dunia luar dengan perspektif segar dan terpusat.

Era digital yang penuh dengan obrolan di media sosial, seni diam sering terlupakan. Padahal, psikologi menunjukkan bahwa membisu memiliki kekuatan luar biasa, terutama pada situasi tertentu.

Momen Lebih Baik Diam

Terdapat momen ketika diam justru menjadi perilaku yang lebih bijaksana. Terdapat situasi eksklusif dimana sebaiknya memilih untuk tak berbicara. Berikut ini akan membahas mengenai apa saja momen lebih baik diam.

  • Ketika fokus mendengarkan seseorang
    Kemampuan mendengarkan yang baik adalah kunci komunikasi efektif. Terkadang, cara terbaik untuk memahami orang lain ialah dengan membisu serta menyerap isu yang mereka sampaikan.
  • Butuh ruang untuk berpikir
    Diam memberikan ruang bagi pikiran buat berpikir jernih. Manfaatkan kesempatan ini buat mengurai permasalahan, mencari solusi, serta menyusun ucapan yang tepat sebelum benar-benar berbicara.
  • Ketika emosi sedang menggebu-gebu
    Pada waktu seperti ini, ambil jeda untuk menenangkan diri sebelum berucap. Diam membantu mengendalikan emosi serta mencegah penyesalan.
  • Tanda Hormat
    Terkadang ketika membisu artinya bentuk penghormatan yang mendalam. Misalnya, saat upacara keagamaan, momen berkabung, atau ketika seorang berkhotbah.
    Menjaga kesopanan serta menghormati suasana ialah hal yang krusial.
  • Ketika orang lain curhat
    Orang yang sedang curhat hanya membutuhkan pendengar yang penuh perhatian. Tahan impian untuk menyampaikan solusi atau menceritakan kisah. Dengarkan dengan empati serta tunjukkan dukungan.
  • Ragu-ragu dengan ucapan
    Diam lebih baik daripada mengeluarkan ucapan yang terkesan kolot atau tak relevan.
  • Berdebat dengan Orang Keras kepala
    Berdebat dengan orang keras ketua ibarat bermain pingpong sendirian. Diam bisa menjadi strategi yang efektif. Terkadang, cara terbaik untuk menenangkan perdebatan adalah dengan tidak melanjutkannya.
  • Ketika ingin menambah daya tarik serta sisi misterius
    Sedikit rahasia mampu menambah daya tarik. Terlalu banyak berbicara terkadang mengurangi kesan menarik. Gunakan diam secara strategis untuk menarik rasa ingin tahu orang lain terhadap diri.

Kemampuan untuk diam artinya seni berkomunikasi yang seringkali terabaikan. Dengan mengetahui kapan harus tetap diam, bisa menghindari kesalahpahaman, menaikkan kualitas komunikasi, dan mengeluarkan kesan yang lebih bijak serta dewasa.

Kesulitan dalam Mengelola Amarah

Pada artikel kali ini akan membahas mengenai penyebab kesulitan dalam mengelola amarah.

Seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengelola emosi ciri-cirinya bisa dilihat secara fisik dan emosional. Saat sedang marah, maka jantung serta otot akan ditentukan secara langsung.

Oleh sebab itu, ciri fisik seseorang yang mengalami anger issue yaitu kenaikan tekanan darah yang relatif signifikan, detak jantung semakin tinggi, serta otot menjadi lebih tegang.

Sementara indikasi emosional yang timbul saat seseorang mengalami anger issue yaitu merasa putus harapan, acapkali merasa bersalah, tertekan berkepanjangan, serta mengalami perubahan suasana hati terlalu sering.

Kesulitan dalam Mengelola Amarah

Selain itu, ada rasa benci yang menyelimuti hati para penderita anger issue pada banyak hal. Tindakan yang umumnya dilakukan seseorang yang mempunyai gangguan kesulitan mengelola emosi yaitu murka pada hal sepele secara hiperbola.

Seseorang yang mengalami gangguan ini umumnya tidak dapat mengendalikan perasaan marahnya. Sehingga hal itu dapat mengakibatkan mereka spontan meluapkan amarahnya pada orang lain tanpa berpikir.

Apabila emosi mereka sudah mereda, umumnya mereka akan merasa bersalah kepada orang tersebut dan dibayangi oleh rasa penyesalan.

Penyebab Kesulitan dalam Mengelola Amarah

Berdasarkan banyak referensi, anger issue atau kesulitan dalam mengelola emosi yang menghasilkan seseorang menjadi mudah marah, bahkan untuk hal yang sepele dikarenakan beberapa faktor internal atau eksternal.

Berikut ini beberapa faktor internal dan eksternal yang dapat menjadi penyebabnya diantaranya yaitu :

  1. Faktor Internal
    Ada berbagai macam faktor yang bisa memicu seseorang dengan masalah pengelolaan emosi tidak dapat menahan untuk meluapkan amarahnya. Salah satu pemicu yang paling umum merupakan faktor internal, diantaranya yaitu :
    – Attention deficit hyperactivity (ADHD)
    Kondisi yang bisa menjadi pemicu adanya kesulitan pada mengelola amarah yaitu ADHD atau Attention Deficit Hyperactivity. Kondisi tersebut bisa membuat penderitanya menjadi lebih hiperaktif.
    Dimana seseorang yang mengalami ADHD akan mudah murka bila segala sesuatu tidak berjalan sinkron sesuai keinginannya.
    – Obsessive Compulsive Disorder (OCD)
    Orang-orang yang mempunyai persoalan kesulitan dalam mengelola emosi kerap dikaitkan dengan persoalan kesehatan mental. salah satunya yaitu OCD atau Obsessive Compulsive Disorder.
    OCD artinya gangguan psikis yang bisa membuat penderitanya melakukan hal yang sama secara berulang kali. Termasuk murka-murka tanpa alasan khusus seperti gejala anger issue.
    – Depresi
    Keterpurukan dapat membentuk seorang menjadi depresi. Hal itu tak jarang membuat seseorang menjadi lebih mudah tersinggung. Bahkan untuk suatu hal yang sebenarnya tidak ditujukan untuk mereka.
    Hal itu sebab orang-orang yang memiliki dilema dengan depresi lebih mudah meledak-ledak, tidak hanya marah, tapi juga saat menangis.
  2. Faktor Eksternal

    Berikut ini beberapa faktor eksternal yang dapat menjadikan seseorang tidak terkendali bahkan berisiko melakukan kekerasan, diantaranya yaitu :
    – Suasana Duka 
    Suasana duka akibat kepergian orang terkasih memang akan memberikan sebuah pukulan yang tidak bisa ditahan oleh air mata. Saat kondisi tadi, mereka tentu akan menguatkan diri walaupun kenyataannya tidak sekuat itu.
    Oleh sebab itu, aneka macam hal yang tidak sejalan dengan impian mereka kerap membuatnya meluapkan segala emosi dengan cara marah-marah.
    – Kesedihan
    Kesedihan tidak selalu bisa diungkapkan dengan menangis saja. Pada beberapa kondisi, respon alamiah yang diberikan oleh tubuh mampu berupa amarah.
    Hal itu terjadi karena yang paling krusial bagi orang-orang yang terkena anger issue bisa meluapkan emosi yang sedang mereka rasakan.
    – Stress
    Tak bisa dipungkiri bahwa untuk memenuhi aneka macam tuntutan akan membuat kita tak dapat memikirkan hal lain lagi selain tuntutan itu sendiri. Di sisi lain, hal-hal mungil yang merusak pikiran bisa menjadi penyebab keluarnya duduk perkara kesulitan dalam mengelola amarah.

Perlunya Menerapkan Anger Management

Artikel kali ini akan membahas mengenai seberapa perlunya menerapkan anger management, atau mengendalikan rasa marah. Menghadapi hal-hal yang menyebalkan mungkin akan membuat menjadi lebih mudah emosi.

Alih-alih dapat menghadapi hal tersebut dengan lapang dada, justru terkadang kita memilih untuk marah-marah dan membuat suasana semakin buruk.

Jangan khawatir, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasinya. Salah satunya yaitu dengan mempelajari anger management atau mengendalikan amarah.

Pengertian Marah

Marah merupakan salah satu jenis emosi yang muncul karena adanya gangguan ataupun pertentangan. Sehingga hal tersebut menimbulkan rasa kecewa, kesal, sakit hati, dan frustasi.

Seseorang dapat marah kepada orang lain, peristiwa traumatis atau sebuah kondisi yang tidak sejalan dengan rencana, ataupun marah kepada permasalahan pribadi.

Menurut National Health Service, marah itu sama seperti emosi lainnya, yang mana bisa menimbulkan perubahan fisik dan juga psikologi. Ketika seseorang marah, maka akan ada berbagai kemungkinan gejala fisik yang tidak dapat dihindari.

Namun, beberapa tindakan, seperti membanting suatu barang ketika sedang marah atau mulai berkelahi, dapat kita hindari. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menerapkan anger management.

Perlunya Menerapkan Anger Management

Perlunya Menerapkan Anger Management

Anger management merupakan tindakan untuk belajar dalam mengenali tanda-tanda yang ada di dalam diri ketika seseorang marah dan mengambil sebuah tindakan yang sehat dalam meluapkan emosinya.

Dengan kata lain, kita bisa mengartikan bahwa anger management merupakan cara mengendalikan rasa amarah, bukan menahan ataupun mencegah rasa marah tersebut.

Ketika sedang marah, maka secara alami tubuh akan menanggapi amarah itu secara agresif, karena merupakan sebuah bentuk perlawanan dan juga pertahanan diri.

Walaupun begitu, harus tetap mengingat untuk menghindari tindakan yang terlalu agresif seperti kekerasan fisik. Sebab, hal itu bisa berbahaya untuk orang lain dan juga diri sendiri.

Apabila tindakan tersebut terjadi, maka sudah pasti akan menyesal atas apa yang dilakukan. Perasaan menyesal itu dapat membuat jadi membenci diri sendiri.

Hingga pada akhirnya dapat berdampak buruk untuk kesehatan mental, seperti meningkatnya risiko depresi, tekanan darah tinggi, bahkan juga penyakit jantung.

Kemarahan atau emosi yang tidak diekspresikan dapat menimbulkan masalah baru. Seseorang yang sering memendam emosi mungkin akan menjadi pribadi yang lebih pasif-agresif atau memiliki rasa ingin balas dendam terkait hal yang dibenci.

Orang-orang yang suka memendam amarah dan menjadi seseorang yang pasif-agresif cenderung sulit untuk menjalin sebuah hubungan yang baik.

Hal itulah yang membuat sangat perlu menerapkan anger management dalam menghadapi berbagai masalah yang dapat memicu amarah.

Cara Menerapkan Anger Management

Supaya rasa marah tidak menjadi bumerang untuk diri sendiri, cobalah untuk mengikuti beberapa cara dalam mengendalikan amarah seperti di bawah ini:

  • Menerapkan Metode Time Out
    Metode ini dapat diterapkan pada diri sendiri sebagai sebuah langkah mengelola emosi. Tujuannya yaitu memberikan waktu untuk diri sendiri dalam menenangkan diri dari rasa marah yang dapat memicu stres.
    Metode ini dapat dilakukan saat permasalahan yang membuat naik pitam cukup sulit untuk diselesaikan. Sehingga, harus mencari tempat yang tenang, lalu duduk dengan tegak dan lakukan teknik pernapasan.
    Selain itu, juga bisa meredakan emosi dengan melakukan kegiatan lain, seperti olahraga.
  • Menenangkan diri sebelum mengungkapkan kata-kata yang menyakitkan
    Ketika sedang marah, kata-kata kasar yang bisa menyakiti hati orang lain seringkali terlontar, hal itu bisa diibaratkan sebagai korek api.
    Apabila kita menyulut korek api di dekat barang-barang yang mudah terbakar, maka kebakaran akan sangat mungkin terjadi.
    Apabila sedang marah dan mengeluarkan kata-kata kasar, orang yang dimarahi mungkin saja akan tersulut emosi. Hal itu bisa mengakibatkan suasana semakin panas dan masalah jadi semakin rumit.
    Untuk menerapkan anger management, sebaiknya menenangkan diri terlebih dahulu sebelum berbicara. Mungkin saja akan ada sedikit kelegaan saat kita meluapkan emosi menggunakan teguran yang kasar.
    Namun setelahnya, kita mungkin akan merasa menyesal karena tindakan tersebut dapat memperkeruh suasana.
  • Mengungkapkan kemarahan dengan cara yang baik
    Saat hati sudah mulai tenang, maka pikiran juga akan menjadi lebih jernih. Itu artinya, kita jadi bisa mengungkapkan amarah dengan ucapan yang tetap tegas namun tidak konfrontatif.
    Jika sudah seperti itu, orang yang kena marah akan mengetahui dan memahami penyebab kemarahan kita tanpa menyakiti perasaan mereka.
    Misalnya saja, saat kamu kesal melihat orang-orang yang meninggalkan piring kotor bekas makanan mereka di atas meja.
    Daripada kamu mengucapkan kata-kata yang cenderung kasar, maka lebih baik mengatakan “Tolong cuci piringmu ya, aku kesal kalau kamu menaruh piring kotor di atas meja”.

Tantrum dan Cara Mengatasinya

tantrum? Kondisi inilah yang dinamakan tantrum. Beberapa orang tua menduga tantrum sebagai penyimpangan sikap, sehingga anak dicap nakal atau rewel. Tidak perlu cemas, tantrum merupakan bagian dari tahapan perkembangan anak.

Hampir semua anak, baik laki-laki juga perempuan, mengalami tantrum. Namun, frekuensinya berbeda-beda. Ada anak yang seringkali mengalami kondisi ini, serta ada yang hanya sesekali saja.

Apa itu Tantrum?

Tantrum dan Cara Mengatasinya

Tantrum merupakan ledakan emosi yang tidak terkendali, umumnya dengan perilaku yang tidak menyenangkan dan menghambat. Pada istilah psikologi, kondisi ini dianggap temper tantrum yaitu perilaku marah pada anak-anak, umumnya usia pra sekolah atau 1 sampai dengan 4 tahun.

Riset menunjukkan, tantrum terjadi pada  87 persen anak usia 18-24 bulan, 91 persen anak usia 30-36 bulan, serta 59 % anak usia 42 sampai 48 bulan.

Balita mengekspresikan kemarahannya dengan beraneka macam sikap yang “menghambat” seperti berteriak, menangis, memukul, menendang, bahkan kadang menyakiti diri sendiri.

Meski saat anak mengalami tantrum sulit dikontrol oleh orangtua, tetapi kemarahan yang meledak, menghentak, berteriak, bahkan menjatuhkan diri ke lantai artinya bagian dari tahapan perkembangan anak yang normal.

Apa Penyebab Tantrum pada Anak?

Tantrum adalah cara anak mengkomunikasikan perasaannya. Orangtua bisa belajar dengan tahu penyebab tantrum. Anak yang tantrum umumnya disebabkan oleh rasa kesal, marah, serta frustasi. Ada juga karena anak merasa lelah, lapar, dan tidak nyaman. Tindakan proaktif tersebut terjadi merupakan dampak dari anak sulit untuk mengungkapkan apa yang mereka inginkan dan butuhkan.

Tantrum pada anak dapat ditimbulkan oleh banyak hal, bahkan hal yang tampaknya sepele. Namun, terdapat beberapa penyebab tantrum yang paling umum, diantaranya yaitu :

  1. Lapar
    Anak-anak bisa sangat sensitif ketika lapar. Apalagi, balita belum mampu berkata perasaan serta emosinya dengan lugas.
  2. Lelah
    Aktivitas yang sangat padat, meskipun hanya bermain, membuat anak lelah sehingga memicu tantrum.
  3. Overstimulasi
    Stimulasi berlebihan bisa membentuk anak tidak nyaman. misalnya, anak berada pada ruangan yang bising atau digendong banyak orang.
  4. Frustrasi
    Rasa frustasi timbul umumnya sebab keinginannya tidak dipenuhi.
  5. Anak ingin diperhatikan orangtua
    Anak merasa tidak didengar oleh orangtua tetapi dia sulit mengungkapkan emosinya.

Tantrum dan Cara Mengatasinya

Tantrum adalah hal normal pada tahapan perkembangan anak. Akan tetapi, kerap kali tantrum membuat orangtua putus harapan. Lalu, bagaimana cara mengatasi anak tantrum? Beberapa hal berikut ini bisa dilakukan orang tua saat anak tantrum, yaitu diantaranya :

  • Berikan perhatian cukup dan beri kebanggaan ketika mereka melakukan hal yang baik.
  • Beri anak kendali, contohnya tawarkan pilihan dibandingkan hanya jawaban iya atau tidak.
  • Alihkan perhatiannya, misalnya pindah ke ruang lain, tawarkan mainan, atau nyanyikan lagu.
  • Jangan biarkan sikap seperti memukul, menendang, menggigit, atau melempar barang. Orangtua tidak boleh mentolerir perilaku seperti itu.
  • Pahami waktu-waktu anak tantrum dan bersiap menghadapinya. Misalkan puncak tantrum anak ketika lapar, maka bawa kudapan saat bepergian. Atau, bila anak sering tantrum ketika lelah, prioritaskan tidur siang.
  • Saat orangtua merasa lelah, ambil waktu. Jangan paksakan menghadapi anak tantrum pada saat “frustrasi”.

Demikian pembahasan artikel mengenai tantrum dan cara mengatasinya. Anda tidak perlu khawatir dengan hal ini. Seiring bertambahnya usia, kemampuan berbahasa anak akan semakin meningkat. Selain itu, anak juga lebih bisa untuk mengendalikan emosi sebagai salah satu perkembangan sosial emosional anak usia dini.