Waspada Gejala Kelelahan Ekstrim

Pada artikel kali ini akan membahas mengenai waspada gejala kelelahan ekstrim. Tidak ada yang salah dengan mewaspadai sesuatu hal, karena bisa jadi hal ini menjadi sangat penting bagi diri. Apalagi jika seseorang mengalami kelelahan eksrrim atau kelelahan yang mendadak.

Kelelahan ialah hal yang lumrah dialami oleh siapa saja karena faktor rutinitas pekerjaan ataupun saat olahraga. Tetapi apabila Anda tiba-tiba merasa lebih lelah dari biasanya saat sedang melakukan rutinitas harian seperti biasanya, kemungkinan Anda mengalami intoleransi aktivitas. Meskipun kelelahan ekstrim hanya terjadi sesekali atau ketika sedang melakukan aktivitas fisik berat, tetapi hal ini tak bisa dianggap sepele. Kelelahan ekstrim bisa menjadi indikasi dari masalah kesehatan yang lebih serius.

Apa itu intoleransi aktivitas?

Intoleransi aktivitas (exercise intolerance) merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat menjalankan suatu aktivitas fisik yang pada umumnya dianggap dapat dilakukan oleh kelompok individu dengan jenis kelamin dan usia yang sama.

Intoleransi aktivitas dipicu oleh kelelahan ekstrim akibat kurangnya asupan energi yang ditimbulkan oleh gangguan penggunaan nutrisi makanan dan oksigen. Taraf intoleransi aktivitas dapat bervariasi, artinya kelelahan atau penurunan kapasitas aktivitas dapat timbul pada saat seseorang sedang melakukan pekerjaan sedang ataupun berat — bahkan saat sedang melakukan pekerjaan yg ringan sekalipun.

Waspada Gejala Kelelahan Ekstrim

Beberapa penyakit kronis dapat menyebabkan intoleransi aktivitas

Intoleransi aktivitas dapat dialami oleh seseorang yang menderita penyakit jantung atau gangguan mitokondria menjadi penghasil energi pada tingkat sel. Sindrom mager (malas gerak) total ini juga dapat dialami oleh seseorang yang memiliki sindrom metabolik seperti obesitas serta diabetes. Namun sebagian besar penyebab utama intoleransi aktivitas adalah gagal jantung kongestif.

Gagal jantung kongestif merupakan suatu kondisi dimana kontraksi otot jantung tidak dapat memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan darah serta oksigen dalam tubuh. Kondisi gagal jantung diastolik menyebabkan otot tidak mendapatkan cukup darah yang dibutuhkan saat sedang aktif melakukan pekerjaan, sebagai akibatnya yaitu timbulnya intoleransi aktivitas. Hal ini ditandai dengan penurunan performa dan kapasitas baik dalam berolahraga ataupun melakukan kegiatan sehari-hari.

Tanda dan Gejala Kelelahan Ekstrim

Berikut beberapa hal yg perlu dicurigai menjadi tanda intoleransi kegiatan, diantaranya:

1. Terlalu cepat lelah
Pada individu yang mengalami intoleransi aktivitas, rasa kelelahan ekstrim dapat muncul dalam hitungan menit sejak mulai beraktivitas yang ditandai dengan kehabisan napas dan otot terasa lemas.

2. Otot mudah kram
Kegiatan pemanasan merupakan salah satu cara menghindari kram otot dan menaikkan denyut jantung sesaat sebelum berolahraga. Tetapi apabila Anda mengalami intoleransi aktivitas, aktivitas pemanasan dan olahraga ringan sudah dapat menyebabkan rasa kram. Bahkan rasa nyeri yang ditimbulkan tidak hilang hingga beberapa hari.

3. Perubahan tekanan darah
Intoleransi aktivitas biasanya ditandai dengan perubahan dari tekanan darah normal saat sedang tidak melakukan kegiatan fisik, namun langsung meningkat drastis hingga menjadi tekanan darah tinggi saat berdiri atau berjalan selama beberapa menit.

4. Denyut jantung terlalu rendah
Hal ini didefinisikan sebagai tidak adanya peningkatan denyut jantung yang signifikan saat terjadi peningkatan intensitas kegiatan fisik. Jika denyut jantung terlalu rendah maka hal tersebut menunjukkan kapasitas jantung tidak bisa mencukupi kebutuhan metabolisme yang ditimbulkan oleh peningkatan intensitas aktivitas.

5. Tanda-tanda depresi
Kelelahan mental seperti penurunan konsentrasi dapat dialami seseorang setelah berolahraga, namun apabila seseorang tersebut mengalami intoleransi aktivitas, kelelahan mental tersebut bisa memicu tanda-tanda depresi seperti mudah marah , tidak bertenaga, sedih, cemas serta mengalami disorientasi (salah tujuan).

6. Mengalami cyanosis
Cyanosis merupakan kondisi perubahan rona kulit wajah menjadi pucat akibat gangguan sirkulasi darah atau gangguan distribusi oksigen ketika sedang berolahraga. Cyanosis merupakan kondisi serius dan memerlukan penanganan medis segera.

Siapa yang berisiko mengalami intoleransi kegiatan?

Intoleransi aktivitas bisa dialami oleh siapa saja, mulai dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa yang mengalami gangguan kesehatan yang berpotensi merusak aliran darah. Dengan kondisi yang mengalami masalah sindrom metabolik dan gangguan kesehatan jantung, gangguan sistem pernapasan, kardiovaskuler, dan sistem saraf otot serta gangguan akibat tekanan mental yang berdampak pada kondisi fisik serta perilaku.

Tips mengatasi kelelahan ekstrim (intoleransi aktivitas)

Berikut beberapa cara untuk meminimalisir munculnya intoleransi aktivitas terutama jika Anda berisiko mengalaminya :

  • Jangan berhenti berolahraga
    Sesi olahraga tidak perlu terlalu lama, asalkan dapat menaikkan intensitas asupan oksigen seperti melakukan angkat beban beberapa kali dalam seminggu dan dimulai perlahan.
  • Sering beristirahat saat berolahraga
    Olahraga dengan periode istirahat yang sering cenderung aman dan bisa ditoleransi bagi seseorang dengan gangguan jantung dan rasa kelelahan lebih mudah dikenali.
  • Perhatikan kondisi diri Anda
    Latih diri untuk mengenali kondisi fisik ketika mulai merasa kelelahan serta berhenti untuk beristirahat, setidaknya ketika tubuh mulai merasa tidak nyaman.

Demikian pembahasan artikel mengenai waspada gejala kelelahan ekstrim, semoga dapat menambah informasi dan sebagai mawas diri bagi diri sendiri maupun orang disekitar apabila terdapat gejala kelelahan ekstrim seperti disebutkan diatas.

Mengenali Perbedaan Kelelahan dan Depresi

Pada kesempatan kali ini akan membahas bagaimana cara mengenali perbedaan kelelahan dan depresi. Seolah terlihat mirip, pada kenyataannya kedua hal ini berbeda. Keduanya dapat beresiko menghilangkan nyawa seseorang. Yuk kita bahas lebih lanjut.

Anda mungkin pernah merasa kelelahan dan kepenatan yang tidak tertahankan. Seolah-olah untuk bangkit dari tempat duduk saja tubuh tidak mampu. Saat hal ini terjadi, bisa saja anda tidak menyadari bahwa salah satu penyebab kelelahan berlebih mungkin saja karena depresi yang terselubung. Pasalnya, kebanyakan orang memang tidak menyadari kalau dirinya sedang mengidap depresi. Lalu, apa bedanya kelelahan biasa dengan lelah yang dapat memicu gejala depresi?

Mengenali Perbedaan Kelelahan dan Depresi

Penyebab kelelahan berlebih

Terdapat 3 kemungkinan saat Anda mengalami lelah yang tidak tertahankan. Kemungkinan tersebut yaitu terlalu banyak kegiatan, sindrom kelelahan kronis, dan depresi. Lelah yang disebabkan oleh terlalu banyak kegiatan biasanya akan hilang dalam beberapa hari atau sesudah Anda istirahat cukup.

Kemungkinan ke 2 yaitu sindrom kelelahan kronis. Kelelahan ini cenderung bersifat jasmani. Sederhananya, gangguan tersebut menyerang sistem tubuh Anda. Maka, tidak heran jika ciri-ciri lain dari sindrom kelelahan kronis yang tidak dirasakan penderita depresi adalah sakit tenggorokan, nyeri kepala, nyeri sendi serta otot, nyeri tulang, demam ringan, serta gangguan penglihatan.

Sementara itu, jika penyebab kelelahan yang Anda rasakan merupakan tanda-tanda depresi, tanda lainnya dapat diamati dari kondisi kejiwaan Anda. Anda mungkin merasakan kesedihan dan keputusasaan yang berlarut-larut, kehilangan minat terhadap hal-hal yang tadinya dinikmati, merasa tak berdaya dan tidak bermanfaat, sulit berkonsentrasi, tak bisa mengambil keputusan, atau ingin bunuh diri.

Bagaimana kelelahan bisa jadi tanda-tanda depresi?

Kelelahan saat depresi menjadi salah satu cara otak untuk melindungi diri. Thomas Minor, seorang ahli ilmu saraf berasal University of California, Los Angeles (UCLA) memaparkan bahwa depresi merupakan reaksi tubuh terhadap stres akut. Stres yang dimaksud merupakan gangguan dimana tubuh memproduksi hormon stres seperti kortisol secara berlebihan.

Banyaknya hormon kortisol pada tubuh dibaca oleh otak sebagai adanya ancaman dari luar yang perlu dilawan atau dihindari. Untuk mencegah kehabisan energi, otak pun memerintahkan tubuh untuk beristirahat. Akibatnya, Anda jadi sangat kelelahan serta tidak bertenaga. Padahal, pengidap depresi sebenarnya tidak sedang menghadapi ancaman yang harus dilawan atau dihindari secara fisik.

Depresi secara tidak langsung meminta Anda untuk berhenti sejenak dari hal-hal yang membebani mental Anda. Entah itu kegagalan, dilema dalam keluarga, masalah ekonomi, atau trauma akibat kehilangan orang yang dicintai. Tetapi, karena tubuh tidak mampu “berbicara” eksklusif pada Anda, salah satu tanda yang ditunjukkan merupakan rasa lelah berlebihan.

Cara mengatasi kelelahan berlebih karena depresi

Bila tanda-tanda depresi jadi penyebab kelelahan berlebih, sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter atau terapis. Hanya dengan mengatasi depresi Anda mampu mengusir kelelahan berlebih. Anda akan dianjurkan untuk menjalani sesi terapi atau mengkonsumsi obat-obatan yang diresepkan dokter dalam waktu tertentu. Dokter juga biasanya akan meminta Anda untuk melakukan perubahan gaya hidup, contohnya menjaga pola makan sehat serta rutin berolahraga.

Demikian pembahasan mengenai cara mengenali perbedaan kelelahan dan depresi. Jangan lupa, jika tidak mencari bantuan dengan berkonsultasi dengan psikolog maupun ahli kejiwaan, depresi mungkin akan menghantui seseorang selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Anda jadi tidak bisa menjalani aktivitas sehari-hari dengan baik. Depresi juga mampu berujung di kematian. Maka, jangan meremehkan gejala depresi yang Anda rasakan.

Dampak Depresi yang Tidak Diobati

Pada artikel kali ini akan membahas mengenai dampak depresi yang tidak diobati. Dampak dari depresi ini bisa bermacam-macam, tetapi terdapat beberapa hal fatal yang jika dibiarkan akan mengancam nyawa penderitanya.

Menurut catatan National Institute of Health di Amerika, sebanyak 80% orang yang mengalami depresi mampu sembuh dalam beberapa minggu serta bulan setelah menjalani pengobatan. Sayangnya, di Indonesia sendiri kesadaran untuk mengenali tanda-tanda depresi dan mengunjungi dokter ahli kejiwaan atau psikolog masih sangat minim. Akibatnya, banyak orang mengabaikan depresi begitu saja tanpa berobat atau berkonsultasi dengan tenaga ahli. Padahal, bila depresi tak diobati, dampaknya bisa mengancam nyawa.

Dampak Depresi yang Tidak Diobati

Berikut ini beberapa dampak depresi yang tidak diobati :

Penyakit jantung

Sejumlah penelitian terbaru menerangkan bahwa akibat depresi berkepanjangan dan tidak diobati dapat memicu berbagai penyakit jantung. Mulai dari stroke, penyakit jantung koroner, sampai serangan jantung. Depresi membuat seseorang lebih rentan terjangkit penyakit jantung karena adanya ketidakseimbangan hormon pada darah. Ketika depresi, otak terus-terusan mendapatkan frekuwensi adanya ancaman. Maka, otak pun melepaskan hormon stres yaitu adrenalin serta kortisol ke dalam darah. Tingginya kadar ke 2 hormon tersebut meningkatkan tekanan darah, membuat detak jantung tidak teratur, serta lama kelamaan menghambat pembuluh darah. Penelitian yang diterbitkan oleh Oxford University tahun 2014 juga mengungkapkan bahwa orang yang mengidap depresi mempunyai kecenderungan meninggal dunia lebih tinggi akibat penyakit jantung. Terutama beberapa bulan sesudah mengalami serangan jantung.

Kecanduan

Jika depresi tidak diobati dengan tepat, dapat berisiko tinggi mengalami kecanduan. Baik itu kecanduan obat-obatan, minuman keras, rokok, atau judi. Ini karena sebagian orang keliru dengan berfikir bahwa hal yang membuat candu bisa membantu mereka mengatasi gejala depresi. Contohnya rasa putus harapan bisa hilang selama beberapa waktu sebab penggunaan narkoba. Padahal, narkoba justru semakin menyebabkan kerusakan pada otak dan sistem tubuh. Akibatnya suasana hati yang sejatinya diatur oleh otak pun menjadi semakin kacau dan sulit dikendalikan. Setelah efeknya habis, keputusasaan justru makin melimpah.

Kerusakan otak

Telah banyak riset yang mempelajari akibat depresi yang tidak diobati pada otak. Menurut dr. David Hellerstein, spesialis kejiwaan dari New York State Psychiatric Institute, depresi menyebabkan kelainan pada struktur otak di bagian hipokampus, korteks prefrontal, serta anterior cingulate. Hal ini bisa menyebabkan turunnya fungsi kognitif otak yaitu berpikir, berkomunikasi, mengambil keputusan, dan mengingat sesuatu. Dalam beberapa perkara, depresi kronis yang tak ditangani juga dapat memicu gangguan jiwa seperti skizofrenia, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan bipolar.

Sulit menjalin hubungan dengan orang lain

Selain berbagai dampak depresi yang dibiarkan bagi kesehatan, hubungan dengan orang-orang terdekat juga akan terganggu. Jiwa sosial manusia diatur oleh hormon serotonin. Sementara itu, depresi membuat kekurangan serotonin. Akibatnya, menjadi lebih susah bersosialisasi dan menjalin hubungan yang baik dengan orang-orang terdekat misalnya pasangan, anak, dan sahabat. Dan memilih untuk menyendiri serta menjauhi keluarga.

Bunuh diri

Dilansir dari situs kesehatan WebMD, sekitar 90% orang yang bunuh diri menunjukkan tanda-tanda depresi. Oleh karena itu, depresi yang dibiarkan begitu saja lambat laun mampu menaikkan risiko Anda meregang nyawa karena bunuh diri. Padahal, bunuh diri dapat dicegah jika Anda atau orang terdekat meminta bantuan ke tenaga kesehatan. Pada pengidap depresi, bunuh diri bukanlah cara untuk mencari perhatian atau wujud balas dendam pada orang yang menyakitinya, melainkan lebih karena faktor biologis. Maksudnya, gangguan jiwa serius yang dialaminya membuat otak kehilangan kemampuan kognitif untuk berpikir jernih dan menimbang pilihan. Ketidakseimbangan zat kimia pada otak juga semakin memicu rasa putus asa, seolah-olah memang tak ada gunanya lagi melanjutkan hidup.

Jika Anda merasakan dorongan untuk mengakhiri hidup, segera minta bantuan orang terdekat dan tenaga ahli, dan disarankan untuk berkonsultasi langsung dengan psikolog atau dokter spesialis kejiwaan.

Demikian pembahasan mengenai beberapa dampak depresi yang tidak diobati. Jadi, jangan sepele dengan tanda-tanda depresi. Dampak negatif tersebut sering terjadi karena banyak orang yang tidak terlalu peduli dengan penyakit mental yang satu ini. Kebanyakan orang berpikir bahwa depresi bukanlah suatu penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya. Padahal, depresi termasuk penyakit mental yang berbahaya jika tidak segera ditangani.

Mengenali Depresi pada Anak

Pada artikel kali ini akan membahas mengenai cara mengenali tanda depresi pada anak, mulai dari tanda atau gejala, tanda peringatan depresi, penyebab, dan cara mengatasinya.

Depresi pada anak seringkali kali tak disadari orang tua. Umumnya depresi terjadi pada orang dewasa. Faktornya dapat beragam, mulai dari tekanan pekerjaan, syarat keuangan, penyakit yang tidak kunjung sembuh serta masih banyak lagi. Namun, siapa sangka depresi dapat juga terjadi pada anak-anak.

Mengenali Depresi pada Anak

Anak yang mempunyai riwayat keluarga dengan depresi akan lebih berisiko mengalami depresi. Jika seseorang anak tampak sedih dan kesedihan itu terus berlanjut, akibatnya dapat merusak aktivitas sosial, tugas sekolah, serta kehidupan keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa anak tersebut menderita depresi. Menurut WebMD, depresi bisa terjadi pada anak-anak serta remaja. Anak laki-laki lebih rentan mengalami depresi pada usia dibawah 10 tahun. Tetapi pada usia 16 tahun, anak perempuan mempunyai peristiwa depresi yang lebih besar .

Gejala Depresi pada Anak

Gejala depresi pada anak berbeda-beda sehingga tiap anak memiliki tanda dan gejala yang tidak sama. Pada umumnya gejala depresi tidak disadari sebab dianggap menjadi perubahan emosional serta psikologis yang normal. Oleh karena itu, tidak jarang depresi ini tidak terdiagnosis serta tidak diobati. Gejala primer depresi diantaranya pada kesedihan, rasa putus asa, dan perubahan suasana hati. Umumnya anak menunjukkan kesedihan atau suasana hati yang jelek sama halnya dengan orang dewasa yang mengalami depresi.

Mengenali Depresi pada Anak

Berikut ini beberapa gejala yang terjadi saat anak depresi antara lain :

  • Mudah marah
  • Perasaan sedih serta putus asa
  • Menarik diri
  • Kehilangan minat dan ketertarikan pada kegiatan yg disukai
  • Nafsu makan bisa meningkat atau justru menurun
  • Perubahan pola tidur (insomnia atau tidur berlebihan)
  • Sulit berkonsentrasi
  • Mudah lelah
  • Perasaan mudah bersalah dan tidak berharga
  • Keluhan fisik, seperti sakit kepala atau sakit perut

Gejala diatas belum tentu sama dialami anak yang satu dengan yang lainnya. Pada kenyataannya, sebagian besar anak mengalami tanda-tanda yang tidak sama, pada waktu yang tidak sama, dan kondisi yang berbeda juga. Meskipun beberapa anak bisa terus beraktifitas baik pada lingkungan yang terstruktur. Umumnya anak dengan depresi berat akan banyak mengalami perubahan nyata, seperti kehilangan minat di sekolah, prestasi akademik menurun, hingga perubahan tampilan.

Indikasi Peringatan Depresi

Orang tua harus sangat waspada terhadap tanda-tanda yang mungkin menunjukkan bahwa anak mereka berisiko melakukan bunuh diri. Indikasi peringatan sikap bunuh diri pada anak-anak mencakup :

  • Perubahan makan, tidur, berkegiatan
  • Isolasi sosial, termasuk isolasi dari keluarga
  • Bicara tentang bunuh diri, keputusasaan, atau ketidakberdayaan
  • Meningkatnya tindakan dari sikap yang tidak diinginkan (seksual/perilaku)
  • Peningkatan sikap pengambilan risiko
  • Sering terjadi kecelakaan
  • Penyalahgunaan zat (narkoba dan sejenisnya)
  • Fokus pada hal-hal yang tidak wajar dan negatif
  • Bicara perihal kematian
  • Lebih sering menangis atau berkurangnya aktualisasi diri emosional
  • Kecenderungan memberikan barang pada orang lain

Penyebab Depresi Anak

Depresi yang terjadi pada anak bisa ditimbulkan beragam faktor. Salah satunya, yaitu kesehatan fisik, persoalan pada kehidupan, riwayat keluarga, lingkungan, serta faktor genetik. Depresi bukanlah gangguan yang bisa hilang secara spontan tanpa terapi yg sempurna.

Bisakah Depresi Dicegah?

Anak yang memiliki riwayat keluarga dengan depresi akan lebih berisiko mengalami depresi. Misalnya pada anak dengan orang tua yang menderita depresi, akan cenderung mengalami depresi pada usia yang lebih belia. Selain itu, anak-anak atau remaja yang menyalahgunakan alkohol dan obat-obatan berisiko lebih besar mengalami depresi.

Cara Mengatasi Depresi Anak

Anda wajib segera menjadwalkan kunjungan ke dokter apabila anak Anda mengalami gejala dan indikasi peringatan depresi seperti diatas selama minimal dua minggu. Kunjungan ke dokter akan membantu pengobatan yang sesuai untuk depresi. Pilihan pengobatan untuk anak-anak dengan depresi  sama seperti pada orang dewasa, yakni psikoterapi (konseling) dan pengobatan. Dokter akan menyarankan psikoterapi terlebih dahulu. Jika tidak terdapat perubahan secara signifikan baru mempertimbangkan obat antidepresan sebagai terapi tambahan. Kombinasi psikoterapi serta pengobatan biasanya paling efektif pada mengobati depresi.

 

Demikian pembahasan mengenai mengenali depresi pada anak. Semoga dapat menambah wawasan pembaca dan semakin waspada apabila terdapat gejala dan indikasi peringatan depresi seperti yang disebutkan diatas. Jika telah terdapat gejala-gejala tersebut, segerakan untuk mengunjungi dokter dan psikiater, sehingga dapat ditangani lebih dini.